Wakil rakyat seharusnya merakyat
jangan tidur waktu sidang soal rakyat.
Inilah sepenggal lagu dari penyanyi Iwan Fals yang mencurahkan keadaan wakil rakyat saat orde baru. Sebuah lagu bernada protes dari seniman anak negeri atas sikap dan perilaku para eksekutif. Banyak sensani, polemik, serta aksi-aksi intrik politik wakil rakyat yang disuguhkan.
Dalam kisah Yunani kuno diceritakan bahwa orang-orang yang duduk di lembaga eksekutif ini mempunyai kedudukan mulia, terhormat dan bertanggung jawab langsung oleh dewa. Segala masalah kenegaraan mereka ungkapkan dengan adu akal untuk saling mempengaruhi hingga menetapkan keputusan konstituen bersama.
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan sebuah lembaga tinggi Negara yang setara dengan presiden. Jelas, mereka adalah orang-orang pilihan dan terpercaya untuk membawa negeri ini pada jalur tol sebenarnya. Keadaan politik, ekonomi, sosial, budaya tergantung pada konstitusi yang disepakati bersama di gedung dewan. Sedangkan konstitusi tersebut harus bisa memuaskan rakyat seluruhnya. Rasa keadilan, keamanan, serta ketentraman merupakan harga mati menjadi hak rakyat Indonesia.
Ada beberapa cerminan dari para wakil rakyat ini membuat geli kita semua. Aksi-aksi mereka dengan gaya eksekutif layaknya intelektual-intelektual bersahaja justru menandakan ketimpangan sosial. Dalam bahasa awamnya, mereka adalah orang-orang kaya, terpelajar, terpandang, tidak pantas disandingkan dengan rakyat kecil. Dilihat dari kacamata ini maka terbesit di benak kita adalah mereka (baca: para wakil rakyat) bukanlah orang sembarangan.
Lembaga ini mempunyai segudang konsep konstitusi untuk merancang segala perundang-undangan sebagai alat mencapai kehidupan yang lebih maju dan bermartabat. Namun yang terjadi adalah terkadang sikap mereka seperti anak kecil yang berebut mainan. Mengungkapkan rapat dengan nada tinggi, membanting gelas bahkan sampai dengan adu jotos sering dipentaskan. Jelas, ini adalah sebuah ego untuk mempertahankan pendapat dan kepentingan politiknya agar menjadi sebuah keputusan paling benar. Pertarungan politik yang sengit sah-sah saja. Kalah menang menyampaikan pendapat harus didasari dengan legowo. Penyampaian visi misi kepentingan politik masing-masing anggota dewan harus sesuai dengan kode etik yang berlaku.
Sisi lain dari gambaran anggota dewan terhormat ini adalah malu mengakui kekalahan. Walk Out (keluar dari sidang) dijadikan alasan karena materi politikinya dirasa tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sehingga muncul konflik politik menjadi semakin panas.
Gambaran lain mengenai salah satu wakil rakyat di pusat adalah membuat sensasi merekam adegan mesum dengan artis amatiran. Jelas ini sangat memalukan, hingga sanksi yang diterima adalah pemecatan dari anggota dewan sekaligus pemecatan keanggotaannya dari partai yang diusungnya. Dengan sanksi yang ringan itu sebenarnya tidak akan membuat jera pelaku perselingkuhan lainnya di gedung dewan. Padahal Negara ini memiliki pasal-pasal mengenai perselingkuhan dalam KUHP digolongkan melanggar kesusilaan namun yang bersangkutan tak tersentuh hukum. Tindak perselingkuhan ini merupakan yang pertama kali dan sebuah “kebetulan”. Bisa jadi tindak perselingkuhan ini juga dilakukan oleh anggota lainnya namun masih tersembunyi. Sensasi lainnya adalah pengadaan laptop dengan harga beli gila-gilaan yang sempat membuat geram rakyat. Rakyat susah untuk memenuhi kebutuhan hidup, terkena bencana alam, warga Sidoarjo yang menderita karena Lumpur Lapindo tidak segera teratasi. Malah wakil rakyatnya membuang-buang uang hanya untuk melengkapi fasilitas dengan barang mewah. Dengan dalih sebagai meningkatkan kinerja dewan harus mentereng dengan komputer jinjing.
Inilah wajah wakil rakyat kita yang kurang terhornat, jauh dari tindakan mulia hingga berperilaku “cuek bebek” terhadap rakyatnya. Ingat jabatan yang diemban sudah melalui prosedur penyumpahan. Maka kesalahan-kesalahan yang dilakukan mungkin lolos dari hukum manusia, jangan harap para wakil rakyat ini dapat terhindar dari hukum Tuhan.
Monday, July 16, 2007
Wajah Wakil Rakyat Kita
Ditulis Oleh Imigrant Sarungan at 6:09 AM
Thursday, July 5, 2007
Rakyat Ditembak Lagi ....!!!
Kejadian keji dan tidak manusiawi kembali menghiasi berita dibumi pertiwi ini. Sebanyak 4 orang warga Desa Alastelogo Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan tewas dan 6 orang luka akibat ditembak anggota marinir dari Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Grati, Rabu (Tribun Kaltim 30/5).
Kejadian yang melibatkan aparat keamanan bentrok dengan warga sipil dipicu masalah sepele. Konflik sengketa tanah menjadi penyebabnya. Warga sipil harus bertaruh meregang nyawa dipucuk senjata peluru tajam milik anggota TNI AL sebagai jawaban protes dari warga desa yang mengklaim tanah tersebut. Ini merupakan kejadian ke sekian kalinya dari pihak militer yang tidak bisa menghadapi problem sosial secara demokratis dengan pihak sipil. Realitas ini merupakan cermin dari budaya militer kita yang selalu menggunakan kekerasan dalam segala mengatasi konflik. Banyak konflik yang tak bisa diredam dengan kepala dingin. Rasa ingin menang sendiri disertai kekerasan merupakan harga mati yang terus berlanjut. Semua pihak diharapkan dapat menjadi penengah untuk menemukan titik perdamaian. Pemerintah, aparat kepolisian, LSM atau LBH dan masyarakat diharapkan dapat menuntaskan kasus ini secepatnya. Hukum harus benar-benar berperan adil untuk mengusut para penembak. Bahkan hukum harus berani bertindak tegas.
Peran militer khususnya TNI AL sebenarnya bertugas menjadi kekuatan untuk mengamankan wilayah teritorial Indonesia. Selain itu peran yang lebih kental menggunakan kekuatan senjata secara optimal adalah perang jika kedaulatan Indonesia terancam oleh pihak musuh. Namun bentrok berdarah di Pasuruan tidak mecantumkan dari peran institusi militer tersebut. Rakyat atau warga sipil yang semestinya dilindungi malah dianggap musuh. Warga sipil yang tidak pernah menyangka akan kejadian tak seimbang itu sebagai mimpi buruk menjadi kenyataan. Hak dan kehidupan warga sipil terkoyak atas tanah yang dijadikan tempat tinggal.
Ditulis Oleh Imigrant Sarungan at 5:18 AM