Kematian Munir aktivis HAM. Telah mendatangkan banyak tanda tanya ?????????. Kematian dan Pelaku pembunuhannya menjadi misterius. Memang siapa yang mau mengaku pembunuhan ???? jelas perbuatan konyol. Niat hukum memang untuk menegakkan keadilan. Keadilan menegakkan keseimbangan. Keseimbangan menghindarkan masyarakat dari kecemburuan sosial. Segala macam bentuk perbuatan yang melanggar aturan jelas berurusan dengan hukum apalagi menghilangkan nyawa orang lain. Melihat sekilas kasus Munir semua pihak termasuk penulis mengharapkan keseriusan dari aparat segera menyelesaikan kasus ini. Kematian Munir murni sebuah pembunuhan. Bahkan keterlibatan dari petinggi dari dua lembaga negara (Garuda Airlines dan BIN) menyulitkan pihak aparat melakukan penyelidikan.
Munir yang dianggap sebagai kerikil dalam sepatu oleh pihak pemerintah tentulah sosok yang patut diikuti oleh generasi muda saat ini. Kritiknya dalam melihat kinerja pemerintah sungguh sangat memanaskan telinga pejabat kita. Segala bentuk kekerasan dan rasa ketidakadilan yang muncul dipermukaan masyarakat langsung ditanggapi serius oleh pangeran hukum ini. Dengan membentuk benteng KONTRAS beserta kawan2nya penuh dengan perjuangan. Karena perjuangan ini adalah sebuah harapan sebuah perubahan. Perubahan adalah makna dari perjuangan yang harus diraih. Diskriminasi, intimidasi dan segala bentuk alienasi sudah menjadi makanan sehari-hari. Keberanian mengungkap kritik dipermukaan seperti pekerjaan mulia tanpa mengharapkan balasan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah perjuangan ini juga mati ketika Munir meninggal secara terhormat. Apakah perjuangan ini tidak akan melahirkan generasi yang lebih berani dari Munir. Tentu masa ini sangat ditunggu oleh Munir ketika ada sisiNya. Karena ini merupakan perjuangan yang belum tuntas !!!!!!!!!!!!!
Thursday, June 14, 2007
Anak Bangsa Yang Belum Tuntas Berjuang
Ditulis Oleh Imigrant Sarungan at 6:01 PM
Sunday, June 10, 2007
Nasib Guru Bantu Dan Ancaman Mogok Guru
Belum tuntas polemik mengenai Unas, pendidikan di Kaltim kembali diguncang dengan adanya problem guru bantu yang ada di Samarinda dan adanya ancaman guru mogok mengajar di Penajam Paser Utara. Kedua-duanya merupakan persoalan yang harus diselesaikan atas dasar etika pendidikan. Jangan sampai peserta didik seluruh negeri ini melihat penyelesaian problem ini dengan anarki. Apa jadinya dibenak mereka (peserta didik) jika melihat penyelesaian masalah ini didasari dengan tindakan anarki ?
Keprihatinan kehidupan guru Bantu di Samarinda merupakan sebagian carut marut dunia pendidikan di negeri ini. Bayangkan, mereka (baca : guru Bantu) hanya menerima honor Rp 710.000 perbulan dan ini kadang tidak setiap bulan diterima (Tribun Kaltim, 27/03/07). Kebutuhan pokok yang melambung tinggi harus dihadapi oleh guru Bantu itu dengan jumlah honor yang menyedihkan. Mereka harus berjibaku melawan beratnya beban hidup. Sehingga mereka harus nyambi dengan berbagai pekerjaan lain asal dapat memenuhi kebutuhuan sehari-hari. Karena apa yang diterima oleh guru Bantu sangatlah tergantung dengan keuangan sekolah dimana tempat mereka mengajar. Belum lagi mereka dihadapkan pada keadaan sekolah-sekolah dengan bangunan yang rusak, keluarga peserta didik dengan ekonomi lemah dan seterusnya. Sementara waktu mereka dihabiskan untuk mengabdi sebagai pengajar agar mempunyai arti penting yakni menyangkut harkat dan martabat negeri ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak di pedulikan oleh pemerintah. Seakan-akan penderitaan ini terus mendera tanpa henti dihadapi mereka. Maka harapan guru Bantu agar segera di-PNS-kan harus segera diwujudkan atau segera tergeraklah hati pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Bagaimana dengan guru yang sudah diakui sebagai pegawai negeri sipil. Hak dan kewajiban mereka seakan-akan sudah seimbang. Bisa jadi ada indikasi gaji penuh kerjanya separuh-paruh. Melihat persoalan ini jelas ada jurang pemisah yang tajam antara guru Bantu dan guru yang sudah diakui sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Ibarat mahasiswa senior dan mahasiswa junior dalam sebuah ospek. Perlakuan yang diterima oleh mahasiswa junior pada posisi diskriminatif yang mana ini dialami juga oleh guru bantu. Persoalan yang mencolok adalah antara hak dan kewajiban yang sangat berbeda jauh. Hak yang diterima oleh guru bantu berbeda jauh dengan yang diterima oleh guru yang sudah diakui sebagai PNS.
Pekerjaan yang dikerjakan pun terkadang lebih berat diterima guru bantu maka yang terjadi adalah pemerataan yang timpang. Belum lagi kesan seenaknya ditunjukkan Guru PNS ini dengan membuang-buang waktu diluar hanya untuk “shopping” kesana kemari sedangkan kewajibannya mengajar dikerjakan oleh guru Bantu. Kesimpulannya adalah keadaan pendidikan menunjukkan adanya penjajahan di negeri sendiri. Ironis sekali keadaan ini jika tidak diimbangi dengan rasa kesadaran dan kebersamaan.
Polemik pendidikan yang satu ini juga menjadi perhatian penulis. Dimana adanya ancaman guru mulai dari TK hingga SMA akan mogok mengajar pada hari pendidikan yang akan datang tahun ini. Persoalan ini juga atas dasar masalah “duit” yakni dana operasional sekolah 2006 yang tidak kunjung cair (Tribun, 27/03/07). Pokok permasalahnnya juga tergantung pada sikap Dinas Pendidikan yang main-main dalam merealisasikan uang dana pendidikan. Sikap main-main Dinas pendidikan ini menyulut kemarahan para guru hingga ketua DPRD PPU pun angkat bicara. Fenomena ini sebenarnya tidak perlu terjadi karena pendidikan bukanlah sebuah sistem untuk mengajari saling curiga, curang, bahkan saling menindas. Jika kita mengacu pada filsafat Freire, maka yang perlu kita lakukan adalah meraih kebebasan dalam mengolah bahkan menciptakan sebuah pendidikan. Makna pendidikan untuk mencapai manusia yang bebas berpikir, sederajat serta memiliki nilai humanistic di negeri ini jauh dari harapan Pendidikan memang memerlukan uang, namun uang bukanlah segalanya jika yang terjadi hanya membuat kekacauan sehingga kita mengorbankan kualitas peserta didik menjadi rendah. Peserta didik adalah ibarat kertas kosong yang siap kita tulis apapun, ibarat kaset yang siap merekam segala yang didengar. Kepolosan peserta didik rawan menjadi plagiator yang jauh dari nilai pendidikan jika melihat gurunya berbuat kurang mendidik.. Jika peserta didik saat ini hanya direcoki media dengan guru demo karena kesejahteraan jauh dari standar kebutuhan hidup. Guru demo karena persoalan ini dan itu yang tidak kunjung cair.
Sepatutnya apa yang diajarkan guru tetaplah berjalan dengan kaidah pendidikan yang ada. Namun yang terjadi di negeri adalah sebuah “chaos of education” yang mengorbankan peserta didik. Apa yang terjadi peserta didik kelak jika melihat fenomena ini terus menerus ?
Ditulis Oleh Imigrant Sarungan at 7:08 PM
Friday, June 8, 2007
Andai Aku Jadi Gubernur
Andai 'ku jadi radja, mau apa tinggal minta
Tunjuk sini tunjuk sana dengan sedikit kata
Andai 'ku jadi radja, punya uang, punya harta
Dan yang pasti aku juga akan punya kuasa
Bait lagu diatas milik grup band rock ternama Indonesia asal bandung yakni Rif. Lagu andalan yang berjudul Radja begitu menghentak musik Indonesia saat itu. Rif dianggap muka baru dalam persaingan musik belantika tanah air saat itu. Lagu yang penuh makna dan sarat harapan tersebut sangat cocok menggambarkan Kaltim saat ini.
Lagi-lagi penulis menemukan inspirasi dari lagu tersebut. Dimana derasnya pemberitaan mengenai pemilihan Gubernur 2008 nanti. Sepertinya banyak bakal calon Gubernur dan bakal calon wakil gubernur demam H2C (harap-harap cemas) agar memiliki suara terbanyak dari warga kaltim pada pemilihan nanti. Banyak Program dari masing-masing daerah sudah digembar-gemborkan ke publik lewat media massa. Dengan memasang iklan promosi besar-besaran dijadikan senjata untuk caper (mencari perhatian) ke publik. Jelas untuk merealisasikan promosi tersebut tidak membutuhkan biaya yang sedikit. Dan tidak menutup kemungkinan biaya tersebut disedot dari APBD setempat. Lagi-lagi rakyat hanya melongo disuguhkan janji-janji palsu.
Sayangya pada atmosfer seperti ini untuk mempengaruhi publik sudah menjadi milik orang-orang yang sudah menjabat sebagai kepala daerah di masing-masing wilayah Kaltim. Merasa sudah memiliki nama dan jabatan yang diembannya hingga dimanfaatkan untuk menjabat lebih tinggi lagi. Tak peduli dengan hujatan dan cemoohan para bacagub dan bacawagub ini seakan menghiraukan persoalan yang ada di Kaltim. Pembangunan kurang merata, rendahnya kualitas pendidikan, maraknya trafficking, kemiskinan, jalan raya rusak, banjir dikala hujan, lampu byar pet dan air mampet sudah menjadi agenda terlupakan. Agenda paling utama saat ini dilakukan oleh bakal calon gubernur adalah menjual diri agar dikenal dan dianggap bersahabat dengan warga kaltim. Fenomena semacam ini jika dilihat dari kacamata politik disebut konsolidasi dan sosialisasi politik.
Penulis membayangkan bagaimana jadinya jika warga sipil seperti penulis juga bisa melakukan konsolidasi dan sosialisasi politik dengan mendaftarkan diri menjadi bakal calon gubernur. Mungkin dibenak pembaca penulis dianggap orang yang berandai-andai dan berhalusinasi. Tentu ini merupakan hal yang wajar karena semua warga mempunyai hak yang sama jika menginginkan sebagai kepala daerah. Maka, andai penulis menjadi gubernur akan melakukan perbaikan-perbaikan disegala bidang. Pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, budaya, hukum serta pembenahan sarana dan prasarana menjadi agenda penulis mewujudkan hidup menjadi lebih baik dan maju. Walikota, Bupati, Camat, Lurah sampai tingkat RT / RW diajak bersama-sama untuk membangun Kaltim. Melayani masyarakat untuk memiliki surat-surat kependudukan, perijinan usaha serta urusan lainnya tanpa proses yang berbelit-belit dan tanpa suap. Kota-kota di Kaltim yang dipimpin walikota harus melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya. Begitu pula dengan Bupati-Bupati yang menjabat didaerah masing-masing memiliki tugas penting mensejahterakan warganya. Tugas penulis sebagai Gubernur hanya mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan kepala daerah dibawah gubernur tadi.
Andai-andai ini sungguh menyenangkan. Masih berandai saja penulis sudah merasakan bagaimana enak dan sejahteranya sebagai gubernur. Bagaikan politikus yang berkampanye dan mengumbar janji-janji kosong seakan-akan mampu menghipnotis warga Kaltim untuk memilih penulis. Ibarat lirik lagu diatas dimana seorang radja tinggal tunjuk sana tunjuk sini dengan sedikit kata. Karena memang yang namanya jabatan memposisikan diri sebagai pemilik kekuasaan dan wewenang. Bawahan hanya bisa patuh dan menurut apa saja yang dikatakan pimpinan. Namun sayang, ini hanyalah sebuah mimpi dan khayalan penulis saja.
Ditulis Oleh Imigrant Sarungan at 2:35 AM
Monday, June 4, 2007
Dagelan Suwarna dan Syaukani
Woro-woro (kabar-kabari) mengenai dagelan kasus korupsi yang diperankan tokoh Suwarna dengan vonis hukuman penjara hanya 1,5 tahun mengalami babak akhir cerita. Rasa penasaran warga Kaltim sebagai penonton dagelan yang mengikuti babak ke babak mulai dari penahanan, penyelidikan sampai vonis menandakan akhir dari cerita dagelan Suwarna dengan “perkebunan sawit”nya.
Durasi waktu dagelan ini hampir memakan waktu setahun dan menjadi bulan-bulanan kuli tinta untuk menyebarkan woro-woro. Pemeran utama dagelan yang saat itu masih aktif menjabat Gubernur kaltim tidak berkutik saat KPK sebagai buto ijo memeriksa kasusnya hingga merugikan Negara ratusan milliaran Rupiah. Istri, anak, serta cucunya yang ikut berperan sebagai peran pembantu tidak henti-hentinya memberikan dorongan moril agar Suwarna tetap tegar menghadapi ujian. Tokoh yang satu ini berlatar belakang seorang militer sehingga lebih taat mengikuti proses hukum. Tidak beralasan sakit ini dan itu. Dan menariknya dari cerita dagelan korupsi Suwarna ini adalah Suwarna melakukan perlawanan dengan mengaitkan oknum-oknum KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang sengaja memerasnya alias konco-konco buto ijo yang tidak amanah. Namun itu juga tidak membuat tokoh dagelan ini dapat vonis bebas. Vonis ini tentunya akan membawa dampak pro dan kontra dari penonton. Yang mana penonton pro menginginkan si Tokoh lebih lama mendekam di penjara. Penonton kontra jelas menginginkan vonis bebas atau apesnya menjalani hukuman hanya beberapa bulan saja. Bukan sekedar “buah bibir” ini adalah sebuah dagelan keberhasilan si Buto Ijo (KPK dan aparat hukum), namun penonton tetap menuntut ada cerita lain agar ini buto ijo tetap benar-benar bekerja.
Dagelan ini tidak habis disini. Karena tokoh ini dalam ceritanya masih menyandang non aktif jabatannya. Artinya tokoh ini mempunyai lakon lain yang bisa diperankan dalam panggung dagelan. Sekarang tinggal menunggu menteri dalam negeri sebagai assisten sutradara mengusulkan agar tokoh ini berperan dalam satu lakon saja kepada presiden sebagi sutradara utama. Apakah diberhentikan dari jabatannya ? masih bisa aktif kembali menjabat disaat masa penahanan sudah habis ? tentu ini juga masih menjadi teka teki bagi penonton. Kita berharap assisten sutradara yang menanganinya dapat berbuat kreatif dan adil. Sangatlah naïf jika penonton yang bayar (pajak) mahal masih dikecewakan oleh tokoh yang selalu menyimpang dalam berperan.
Bagaimana dengan tokoh dagelan dari Kutai Kertanegara Syaukani HR ? Yang juga menyimpang dari perannya sebagai tokoh utama yakni kasus korupsi pembebasan bandara di Loa Kulu. Dengan sapaan akrabnya Pak Kaning saat ini masih dalam proses pemeriksaan untuk diajukan ke meja pesakitan. Selama proses hukumnya mengalami banyak hambatan alias ceritanya masih berputar-putar atau mungkin ini sengaja dibuat agar penonton dibuat semakin penasaran. Dalam cerita dagelan yang satu ini tokoh berperan mencerminkan sosok manja tapi ahli melobi (birokrat). Selain itu Tokoh satu ini memang pandai bersandiwara sakit ini dan sakit itu hingga menyulitkan KPK atau buto ijo memeriksanya. Dalam certitanya tokoh ini diberitakan Pak Kaning sudah mengeluarkan uang ratusan juta selama perawatan di Rumah sakit di kampung modern. Peran yang dilakonkan oleh Syaukani dalam cerita ini bakal berlangsung agak lama. karena sutradaranya masih belum menyelesaikan naskah dagelan Syaukani dengan judul “Bandara Loa Kulu”. Maka penonton diuji kesabarannya menyimak dagelannya Pak Kaning. Kesimpulan dari tulisan ini Ending dagelan Suwarna dan How with dagelan Syaukani ? Selamat menyimak cerita bersambung di episode berikutnya.
Ditulis Oleh Imigrant Sarungan at 3:29 AM