Tuesday, May 29, 2007

Pendidikan Tak Perlu Ancaman

Pendidikan adalah kebutuhan manusia semenjak Adam dan Hawa di ciptakan sampai sekarang. Pendidikan akan memberikan dampak pada kemajuan peradaban manusia. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga terciptalah sebuah sistem (pola transfer ilmu dan emosional) yang mengikat antara guru dan murid.

Sikap tegas yang dilontarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan H Badaruddin mengenai pembenahan kualitas pendidikan dengan memberikan sanksi kepada kepala sekolah dan guru merupakan sebuah arogansi. Dimana sikap ini bertujuan untuk mengingatkan dan membina sekolah agar lebih memacu kinerja meningkatkan pendalaman materi pelajaran yang diujikan pada Unas sehingga memperbesar peluang kelulusan siswa tahun ini jika tidak mencapai 100 persen (Tribun Kaltim, 13/03/2007 ).

Kepala sekolah, Guru, dan murid merupakan satu kesatuan dalam sekolah. Sekolah adalah tempat proses sosialisasi pendidikan yang memegang peranan dalam perbaikan budi pekerti luhur. Sedangkan dalam proses sosialisasi pendidikan saat ini yang berkualitas hanya diukur kasat mata seperti nilai yang bagus, menguasai seluruh materi pelajaran, murid selalu rangking satu, selalu menurut apa kata guru dan sebagainya. Jika ini terjadi maka yang ada adalah sekolah membentuk murid yang pasif kreatif, penjilat, bahkan pecandu pendidikan.

Sekolah jaman dahulu dan jaman sekarang berbeda atmosfirnya. Ambil contoh, dijaman era pra kemerdekaan sangat terbatas fasilitas pendidikannya. Sekolah jaman dahulu mengalami banyak kekurangan. Adanya stratifikasi antara penjajah, warga non pribumi (ex : warga arab dan china) dan warga pribumi sendiri. Perbedaan pelayanan pendidikannya yang sengaja diatur sesuka hati oleh penjajah sangat mendiskriminasikan posisi warga pribumi. Maka tidak heran jika pada tahun 1928an muncul semangat meraih posisi setara dan mempersatukan bangsa. Karena pemuda saat itu sadar akan himpitan ketidakadilan memperoleh pendidikan. Untuk mengapai itu semua para pemuda saat itu mau bekerja keras dengan sekolah secara diam-diam ( underground of school ). Semangat inilah yang patah pada saat ini. Karena murid sekolah jaman sekarang sudah berada di era serba instant. Teknologi yang semakin canggih membawa murid era sekarang terkesan dimanjakan. Inginnya hidup bergaya modern dan berhura-hura. Tidak bisa mengatur waktu belajar dan waktu bermain. Disaat jam belajar dihabiskan untuk bermain Playstation, Game Online dan Internet. Jika tidak dibelikan sepeda motor marah-marah pada orang tua. Tidak dibelikan Hand Phone mengancam minggat dari rumah. Malu masuk sekolah karena teman-teman sekolahnya difasilitasi dengan barang-barang mewah nan canggih oleh orang tua temannya yang kaya. Resiko inilah yang dihadapi bangsa ini ketika tidak siap masuk era serba instant yakni degradasi mentalitas pelajarnya.

Kembali lagi pada persoalan sikap ancaman Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan kepada Kepala sekolah dan guru di Balikpapan. Perlu diperhatikan bahwa adanya perimbangan dengan sikap sanksi tersebut. Bisa dengan memberikan kesejahteraan pada guru-guru. Fasilitas lebih baik diberikan pada sekolah-sekolah inpres (kalau masih ada sekarang), sekolah-sekolah tertinggal yang ada di desa-desa. Serta perlu adanya pelatihan bagi guru-guru untuk meningkatkan kemampuan mengajarnya. Juga perlu adanya mengatasi problem kejiwaan anak didik generasi sekarang yang sedang dilanda ‘mabuk asmara’ dengan kemajuan teknologi. Bermacam kemajuan teknologi saat ini seakan-akan mengalihkan perhatian anak didik generasi sekarang dari pendidikan.

Ini adalah tugas bersama dalam menyelesaikan permasalahan membendung gaya hidup serba instant anak-anak sekolah. Pemerintah, kepala sekolah, guru diharapkan tidak saling membebankan, mengkambinghitamkan. Namun yang harus dilakukan adalah membenahi kualitas pendidikan dengan pola “fun education” (belajar bergembira). Karena naluri anak didik saat ini sudah banyak tekanan dengan adanya hidup serba instant tadi. Yang tertulis disini adalah sedikit dari permasalahan anak didik era sekarang. Belum terungkap pula adanya pola perilaku menyimpang anak-anak didik jaman sekarang. Siapa lagi pak yang perlu anda ancam….!!!

Monday, May 28, 2007

Dilema Tugas dan Perselingkuhan

Mengejutkan…!! Saat saya baca Tribun Kaltim Jum’at 9 Maret 2007 yang mengangkat berita mengenai meningkatnya perselingkuhan. Lebih parah lagi pelaku dari perselingkuhan itu adalah Pegawai Negeri Sipil yang berstatus sebagai pengajar atau guru. Padahal kita semua tahu bahwa pekerjaan guru mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik dan mengajar. Guru yang professional merupakan tauladan dari para siswanya. Guru juga dianggap sosok manusia sempurna dengan wawasan yang luas. Bahkan dalam peribahasa diungkapkan Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari yang mana artinya murid akan menerima mentah-mentah apa yang diajarkan oleh gurunya. Namun cermin dari itu semua semakin pudar. Guru dalam tekanan psikologis pribadi dalam mengajar merupakan beban yang bisa membuat guru itu stress, depresi dan sebagainya. Sehingga sebagian Guru juga sudah berani melanggar nilai-nilai dan etika pendidikan.

Contohnya Praktek perselingkuhan ini merupakan problematika psikologis bagi pasangan suami istri khususnya guru atau PNS. Dengan dalih pekerjaan yang menuntut untuk tugas sehingga berpisah jauh dari pasangan merupakan alasan yang paling kuat. Kurangnya perhatian serta pengawasan dari pasangan suami-istri memberikan ‘peluang’ yang semestinya tidak dilakukan. Komunikasi yang terputus dari pasangan suami istri juga salah satu penyebabnya. Tapi yang menjadi perhatian dari penulis ialah, di Tribun Kaltim, disebutkan Kepala Bagian Kepegawaian Pemkot Samarinda hanya memberikan sanksi-sanksi yang akan diterima bagi pelaku perselingkuhan. Dimana sanksinya ialah sesuai aturan PNS yakni diturunkan pangkat atau dimutasikan atau bahkan ada langsung diberhentikan hanya untuk menjaga image PNS. Sanksi diatas bukanlah solusi tapi yang dibutuhkan ialah bagaimana menempatkan guru atau PNS yang bertugas jauh disesuaikan status yang disandang oleh Pegawai tersebut. Mengutamakan pegawai yang bersatus lajang untuk ditempatkan di daerah-daerah adalah keputusan yang tepat. Padahal perselingkuhan tadi disebabkan karena tugas yang dibebankan si guru oleh instansi pemerintah sendiri. Pemerintah seakan menutup mata dalam persoalan ini dan selalu menyalahkan guru dan PNS. Ini jelas ada indikasi ketidakadilan yang diterima oleh guru-guru atau PNS. Seharusnya Pemerintah bersikap proaktif akan kebutuhan guru dan PNS secara jasmani maupun rohani jika memberikan tugas demikian. Guru atau PNS yang sudah berkeluarga harus bertugas dalam satu wilayah. Karena kebutuhan ini jelas tidak bisa dipisahkan guru dan PNS hakikatnya sebagai seorang manusia. Bukan masalah moral yang rusak namun keadaan (tuntutan tugas dari instansi pemerintah) yang demikian memaksa guru dan PNS untuk berbuat selingkuh. Maka yang terjadi ialah Pemerintah sengaja memanfaatkan keadaan ini sehingga meningkatnya perselingkuhan.