Tuesday, October 2, 2007

Sampah Adalah Masalah Bersama

Sampah merupakan sesuatu hal yang remeh atau tidak bermakna dalam keseharian kita. Setiap hari masyarakat yang terus melakukan aktivitas yang mana mau tidak mau harus membuang sampah. Entah dari kemasan makanan atau minuman yang tak layak pakai atau sisa-sisa makanan yang tak digunakan lagi harus dibuangnya.
Lingkungan yang masyarakatnya kurang sadar akan bahaya menumpuknya sampah tentu akan menerima akibatnya. Banjir karena tersumbatnya aliran sungai adalah buah dari kesalahan manusia itu sendiri dalam membuang sampah secara sembarangan. Banyak fenomena dalam sehari-hari dijalan raya kota besar dimana tangan yang keluar dari jendela mobil mewah membuang sampah seenaknya. Buang hajat disertai membuang barang-barang rongsokan disepanjang hilir sungai mengakibatkan berbagai penyakit. Masyarakat yang hidup atau bermukim dipinggir kota besar disepanjang hilir sungai dengan buang sampah sembarangan merupakan epidemi penyakit dari penumpukan sampah. Tercemarnya air bersih karena tumpukan sampah juga menimbulkan masalah besar. Ini tentunya bencana datang tidak hanya banjir menerpa ketika musim hujan datang, tetapi penyakit diare, muntaber, serta demam berdarah semakin menjadi-jadi. Dan air sebagai sumber kehidupan utama kedua setelah udara butuh perlindungan dan penanggulangan secara serius.
Tanggung jawab pemerintah ?
Peran Pemerintah Daerah dalam hal ini dinas kebersihan memiliki tanggung jawab dalam mengatasi masalah sampah. Kebersihan kota adalah harapan bagi semua masyarakat. Karena kebersihan juga merupakan pangkal kesehatan. Artinya lingkungan yang bersih harus bebas dari pencemaran lingkungan. Menghindari adanya pencemaran lingkungan pemerintah dalam mengendalikannya sangat diharapkan. Artinya pemerintah harus mampu memberikan pelayanan kepada publik sebaik mungkin. Sosialisasi terhadap penanggulangan sampah ke masyarakat adalah pekerjaan mereka (dinas kebersihan Pemda). Memang selama ini pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang mengenai pelarangan membuang sampah sembarangan. Tetapi dalam hal ini pemerintah dalam pelaksanaan dan pengawasannya kurang bahkan tidak sama sekali. Sehingga kesadaran masyarakat dalam penaggulangan dan membuang sampah belum terkonstruksi dengan baik. Memang kebijakan dengan mempekerjakan tukang sampah atau biasa disebut pasukan kuning dipemukiman warga sedikit memberi jawaban. Artinya warga sedikit demi sedikit membantu dalam pekerjaan pasukan kuning tadi. Sosialisasi dalam pemisahan sampah organik dan non organik mampu memberikan masukan kepada masyarakat dengan mengurangi pekerjan pasukan kuning dalam mengolah sampah. Disetiap kampung-kampung harusnya disediakan bak sampah terpisah dengan dua warna, yakni warna biru untuk sampah basah sedangkan warna kuning untuk sampah kering. Masalah ini tidak berhenti disini saja, tetapi kita harus memahami masalah lainnya, yakni sempitnya lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA). Yang mana lahan ini semakin lama mengalami penyempitan. Dan ini patut menjadi perhatian pemerintah bahwa perencanaan untuk penanggulangan sampah harus seoptimal mungkin. Dari kesemuanya merupakan wilayah yang dimiliki oleh pemerintah dalam kekuasan mengatur dan menetapkan kebijaksanaannya.
Dibutuhkannya partisipasi masyarakat
Menurut sumber data mengenai volume sampah sebagai berikut, pasar sebesar 79,19 , permukiman 8,6 , industri 6,86 , toko/hotel 2,46 , fasilitas umum 0,62 , sapuan jalan 0,62 , perkantoran 0,17 , lain-lain 1,3  (Kompas, 29/07/04). Pasar yang memiliki volume terbesar dalam hal pembuangan sampah memerlukan perhatian khusus, karena dalam hal ini pasar merupakan aktivitas transaksi yang menyisakan sampah dari masyarakat. Masyarakat sebagai aktor utama dalam pembuangan sampah, harus menyadari bahwa sampah adalah masalah bersama yang harus ditanggulangi. Pemerintah, masyarakat, LSM, dan aktivis lingkungan sama-sama memikirkan penaggulangan sampah. Kesemuanya diharapkan dapat kooperatif untuk menghindari bencana yang berdampak lingkungan. Penanggulangan permasalahan disini harus pandai melihat proposisinya. Tantangan yang dihadapi adalah banjir ketika musim penghujan. Masalah kesehatan yakni penyakit diare, muntaber, demam berdarah karena tergenangnya air banjir. Yang lebih berbahaya lagi ialah meluapnya air sungai sehingga dapat mengakibatkan longsor yang dihuni rumah dipinggir sungai. Karena sungai tidak mampu menampung air dari saluran drainase (Kompas,21/10/04). Secara umum bencana ini akan mengakibatkan kerugian besar secara materi maupun korban jiwa. Maka pengelolaan lingkungan akan berjalan dengan baik bilamana fungsi lingkungan ini tidak mengalami krisis kerusakan. Teknologi dan ilmu pengetahuan dapat dikembangkan sebagai solusi mengatasi sampah namun bukan yang utama.
Manusia adalah lingkungan hidup
Dalam bukunya Pembangunan Berwawasan Lingkungan Emil Salim menguraikan bahwa Manusia menjadi bagian dari lingkungan hidup, ia mengakui hubungan timbal balik antara langkah perbuatan diri manusia dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam sekitarnya. Menyadari ini semua merupakan cita-cita yang mulia dalam melindungi lingkungan sekitar tanpa merusak sedikitpun. Rasa syukur atas nikmat Tuhan sang Pencipta Alam menengarai bahwa manusia adalah makhluk hidup yang diberi akal berhak memanfaatkan atas ciptaanNya. Karena sifat dasar keserakahan manusia maka terjadilah ekploitasi alam besar-besaran oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Sehingga hubungan baik antara alam dan manusia tidak harmonis. Manusia memperlakukan alam seenaknya tanpa memikirkan resiko kedepan. Sampah dibiarkan menumpuk segunung, sampah dibuang sembarang tempat sehingga menjadi kolam sampah, sampah tidak diolah yang semestinya dapat bermanfaat bagi tanaman.
Dari kesemuanya butuh belajar sedikit memahami untuk tidak merusak alam adalah modal yang berharga. Menanamkan nilai-nilai membuang sampah secara teratur sejak dini pada generasi mendatang merupakan langkah awal dalam pengolahan sampah. Sebab sampah yang tak bermakna ini jika tak dikelola dengan baik, sewaktu-waktu dapat menusuk kita dari belakang.
Namun yang lebih penting adalah kesadaran kita akan bahaya membuang sampah sembarangan. Sebab kitalah (masyarakat) aktor utama dari sumber pembuang sampah paling banyak dari pada makhluk lain. Maka cintailah lingkungan kita bersama-sama. Karena kita bagian dari lingkungan hidup serta kebersihan merupakan bagian dari iman.

Monday, July 16, 2007

Wajah Wakil Rakyat Kita

Wakil rakyat seharusnya merakyat
jangan tidur waktu sidang soal rakyat.

Inilah sepenggal lagu dari penyanyi Iwan Fals yang mencurahkan keadaan wakil rakyat saat orde baru. Sebuah lagu bernada protes dari seniman anak negeri atas sikap dan perilaku para eksekutif. Banyak sensani, polemik, serta aksi-aksi intrik politik wakil rakyat yang disuguhkan.
Dalam kisah Yunani kuno diceritakan bahwa orang-orang yang duduk di lembaga eksekutif ini mempunyai kedudukan mulia, terhormat dan bertanggung jawab langsung oleh dewa. Segala masalah kenegaraan mereka ungkapkan dengan adu akal untuk saling mempengaruhi hingga menetapkan keputusan konstituen bersama.
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan sebuah lembaga tinggi Negara yang setara dengan presiden. Jelas, mereka adalah orang-orang pilihan dan terpercaya untuk membawa negeri ini pada jalur tol sebenarnya. Keadaan politik, ekonomi, sosial, budaya tergantung pada konstitusi yang disepakati bersama di gedung dewan. Sedangkan konstitusi tersebut harus bisa memuaskan rakyat seluruhnya. Rasa keadilan, keamanan, serta ketentraman merupakan harga mati menjadi hak rakyat Indonesia.

Ada beberapa cerminan dari para wakil rakyat ini membuat geli kita semua. Aksi-aksi mereka dengan gaya eksekutif layaknya intelektual-intelektual bersahaja justru menandakan ketimpangan sosial. Dalam bahasa awamnya, mereka adalah orang-orang kaya, terpelajar, terpandang, tidak pantas disandingkan dengan rakyat kecil. Dilihat dari kacamata ini maka terbesit di benak kita adalah mereka (baca: para wakil rakyat) bukanlah orang sembarangan.

Lembaga ini mempunyai segudang konsep konstitusi untuk merancang segala perundang-undangan sebagai alat mencapai kehidupan yang lebih maju dan bermartabat. Namun yang terjadi adalah terkadang sikap mereka seperti anak kecil yang berebut mainan. Mengungkapkan rapat dengan nada tinggi, membanting gelas bahkan sampai dengan adu jotos sering dipentaskan. Jelas, ini adalah sebuah ego untuk mempertahankan pendapat dan kepentingan politiknya agar menjadi sebuah keputusan paling benar. Pertarungan politik yang sengit sah-sah saja. Kalah menang menyampaikan pendapat harus didasari dengan legowo. Penyampaian visi misi kepentingan politik masing-masing anggota dewan harus sesuai dengan kode etik yang berlaku.
Sisi lain dari gambaran anggota dewan terhormat ini adalah malu mengakui kekalahan. Walk Out (keluar dari sidang) dijadikan alasan karena materi politikinya dirasa tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sehingga muncul konflik politik menjadi semakin panas.

Gambaran lain mengenai salah satu wakil rakyat di pusat adalah membuat sensasi merekam adegan mesum dengan artis amatiran. Jelas ini sangat memalukan, hingga sanksi yang diterima adalah pemecatan dari anggota dewan sekaligus pemecatan keanggotaannya dari partai yang diusungnya. Dengan sanksi yang ringan itu sebenarnya tidak akan membuat jera pelaku perselingkuhan lainnya di gedung dewan. Padahal Negara ini memiliki pasal-pasal mengenai perselingkuhan dalam KUHP digolongkan melanggar kesusilaan namun yang bersangkutan tak tersentuh hukum. Tindak perselingkuhan ini merupakan yang pertama kali dan sebuah “kebetulan”. Bisa jadi tindak perselingkuhan ini juga dilakukan oleh anggota lainnya namun masih tersembunyi. Sensasi lainnya adalah pengadaan laptop dengan harga beli gila-gilaan yang sempat membuat geram rakyat. Rakyat susah untuk memenuhi kebutuhan hidup, terkena bencana alam, warga Sidoarjo yang menderita karena Lumpur Lapindo tidak segera teratasi. Malah wakil rakyatnya membuang-buang uang hanya untuk melengkapi fasilitas dengan barang mewah. Dengan dalih sebagai meningkatkan kinerja dewan harus mentereng dengan komputer jinjing.

Inilah wajah wakil rakyat kita yang kurang terhornat, jauh dari tindakan mulia hingga berperilaku “cuek bebek” terhadap rakyatnya. Ingat jabatan yang diemban sudah melalui prosedur penyumpahan. Maka kesalahan-kesalahan yang dilakukan mungkin lolos dari hukum manusia, jangan harap para wakil rakyat ini dapat terhindar dari hukum Tuhan.

Thursday, July 5, 2007

Rakyat Ditembak Lagi ....!!!

Kejadian keji dan tidak manusiawi kembali menghiasi berita dibumi pertiwi ini. Sebanyak 4 orang warga Desa Alastelogo Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan tewas dan 6 orang luka akibat ditembak anggota marinir dari Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Grati, Rabu (Tribun Kaltim 30/5).
Kejadian yang melibatkan aparat keamanan bentrok dengan warga sipil dipicu masalah sepele. Konflik sengketa tanah menjadi penyebabnya. Warga sipil harus bertaruh meregang nyawa dipucuk senjata peluru tajam milik anggota TNI AL sebagai jawaban protes dari warga desa yang mengklaim tanah tersebut. Ini merupakan kejadian ke sekian kalinya dari pihak militer yang tidak bisa menghadapi problem sosial secara demokratis dengan pihak sipil. Realitas ini merupakan cermin dari budaya militer kita yang selalu menggunakan kekerasan dalam segala mengatasi konflik. Banyak konflik yang tak bisa diredam dengan kepala dingin. Rasa ingin menang sendiri disertai kekerasan merupakan harga mati yang terus berlanjut. Semua pihak diharapkan dapat menjadi penengah untuk menemukan titik perdamaian. Pemerintah, aparat kepolisian, LSM atau LBH dan masyarakat diharapkan dapat menuntaskan kasus ini secepatnya. Hukum harus benar-benar berperan adil untuk mengusut para penembak. Bahkan hukum harus berani bertindak tegas.

Peran militer khususnya TNI AL sebenarnya bertugas menjadi kekuatan untuk mengamankan wilayah teritorial Indonesia. Selain itu peran yang lebih kental menggunakan kekuatan senjata secara optimal adalah perang jika kedaulatan Indonesia terancam oleh pihak musuh. Namun bentrok berdarah di Pasuruan tidak mecantumkan dari peran institusi militer tersebut. Rakyat atau warga sipil yang semestinya dilindungi malah dianggap musuh. Warga sipil yang tidak pernah menyangka akan kejadian tak seimbang itu sebagai mimpi buruk menjadi kenyataan. Hak dan kehidupan warga sipil terkoyak atas tanah yang dijadikan tempat tinggal.

Thursday, June 14, 2007

Anak Bangsa Yang Belum Tuntas Berjuang

Kematian Munir aktivis HAM. Telah mendatangkan banyak tanda tanya ?????????. Kematian dan Pelaku pembunuhannya menjadi misterius. Memang siapa yang mau mengaku pembunuhan ???? jelas perbuatan konyol. Niat hukum memang untuk menegakkan keadilan. Keadilan menegakkan keseimbangan. Keseimbangan menghindarkan masyarakat dari kecemburuan sosial. Segala macam bentuk perbuatan yang melanggar aturan jelas berurusan dengan hukum apalagi menghilangkan nyawa orang lain. Melihat sekilas kasus Munir semua pihak termasuk penulis mengharapkan keseriusan dari aparat segera menyelesaikan kasus ini. Kematian Munir murni sebuah pembunuhan. Bahkan keterlibatan dari petinggi dari dua lembaga negara (Garuda Airlines dan BIN) menyulitkan pihak aparat melakukan penyelidikan.
Munir yang dianggap sebagai kerikil dalam sepatu oleh pihak pemerintah tentulah sosok yang patut diikuti oleh generasi muda saat ini. Kritiknya dalam melihat kinerja pemerintah sungguh sangat memanaskan telinga pejabat kita. Segala bentuk kekerasan dan rasa ketidakadilan yang muncul dipermukaan masyarakat langsung ditanggapi serius oleh pangeran hukum ini. Dengan membentuk benteng KONTRAS beserta kawan2nya penuh dengan perjuangan. Karena perjuangan ini adalah sebuah harapan sebuah perubahan. Perubahan adalah makna dari perjuangan yang harus diraih. Diskriminasi, intimidasi dan segala bentuk alienasi sudah menjadi makanan sehari-hari. Keberanian mengungkap kritik dipermukaan seperti pekerjaan mulia tanpa mengharapkan balasan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah perjuangan ini juga mati ketika Munir meninggal secara terhormat. Apakah perjuangan ini tidak akan melahirkan generasi yang lebih berani dari Munir. Tentu masa ini sangat ditunggu oleh Munir ketika ada sisiNya. Karena ini merupakan perjuangan yang belum tuntas !!!!!!!!!!!!!

Sunday, June 10, 2007

Nasib Guru Bantu Dan Ancaman Mogok Guru

Belum tuntas polemik mengenai Unas, pendidikan di Kaltim kembali diguncang dengan adanya problem guru bantu yang ada di Samarinda dan adanya ancaman guru mogok mengajar di Penajam Paser Utara. Kedua-duanya merupakan persoalan yang harus diselesaikan atas dasar etika pendidikan. Jangan sampai peserta didik seluruh negeri ini melihat penyelesaian problem ini dengan anarki. Apa jadinya dibenak mereka (peserta didik) jika melihat penyelesaian masalah ini didasari dengan tindakan anarki ?
Keprihatinan kehidupan guru Bantu di Samarinda merupakan sebagian carut marut dunia pendidikan di negeri ini. Bayangkan, mereka (baca : guru Bantu) hanya menerima honor Rp 710.000 perbulan dan ini kadang tidak setiap bulan diterima (Tribun Kaltim, 27/03/07). Kebutuhan pokok yang melambung tinggi harus dihadapi oleh guru Bantu itu dengan jumlah honor yang menyedihkan. Mereka harus berjibaku melawan beratnya beban hidup. Sehingga mereka harus nyambi dengan berbagai pekerjaan lain asal dapat memenuhi kebutuhuan sehari-hari. Karena apa yang diterima oleh guru Bantu sangatlah tergantung dengan keuangan sekolah dimana tempat mereka mengajar. Belum lagi mereka dihadapkan pada keadaan sekolah-sekolah dengan bangunan yang rusak, keluarga peserta didik dengan ekonomi lemah dan seterusnya. Sementara waktu mereka dihabiskan untuk mengabdi sebagai pengajar agar mempunyai arti penting yakni menyangkut harkat dan martabat negeri ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak di pedulikan oleh pemerintah. Seakan-akan penderitaan ini terus mendera tanpa henti dihadapi mereka. Maka harapan guru Bantu agar segera di-PNS-kan harus segera diwujudkan atau segera tergeraklah hati pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Bagaimana dengan guru yang sudah diakui sebagai pegawai negeri sipil. Hak dan kewajiban mereka seakan-akan sudah seimbang. Bisa jadi ada indikasi gaji penuh kerjanya separuh-paruh. Melihat persoalan ini jelas ada jurang pemisah yang tajam antara guru Bantu dan guru yang sudah diakui sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Ibarat mahasiswa senior dan mahasiswa junior dalam sebuah ospek. Perlakuan yang diterima oleh mahasiswa junior pada posisi diskriminatif yang mana ini dialami juga oleh guru bantu. Persoalan yang mencolok adalah antara hak dan kewajiban yang sangat berbeda jauh. Hak yang diterima oleh guru bantu berbeda jauh dengan yang diterima oleh guru yang sudah diakui sebagai PNS.
Pekerjaan yang dikerjakan pun terkadang lebih berat diterima guru bantu maka yang terjadi adalah pemerataan yang timpang. Belum lagi kesan seenaknya ditunjukkan Guru PNS ini dengan membuang-buang waktu diluar hanya untuk “shopping” kesana kemari sedangkan kewajibannya mengajar dikerjakan oleh guru Bantu. Kesimpulannya adalah keadaan pendidikan menunjukkan adanya penjajahan di negeri sendiri. Ironis sekali keadaan ini jika tidak diimbangi dengan rasa kesadaran dan kebersamaan.
Polemik pendidikan yang satu ini juga menjadi perhatian penulis. Dimana adanya ancaman guru mulai dari TK hingga SMA akan mogok mengajar pada hari pendidikan yang akan datang tahun ini. Persoalan ini juga atas dasar masalah “duit” yakni dana operasional sekolah 2006 yang tidak kunjung cair (Tribun, 27/03/07). Pokok permasalahnnya juga tergantung pada sikap Dinas Pendidikan yang main-main dalam merealisasikan uang dana pendidikan. Sikap main-main Dinas pendidikan ini menyulut kemarahan para guru hingga ketua DPRD PPU pun angkat bicara. Fenomena ini sebenarnya tidak perlu terjadi karena pendidikan bukanlah sebuah sistem untuk mengajari saling curiga, curang, bahkan saling menindas. Jika kita mengacu pada filsafat Freire, maka yang perlu kita lakukan adalah meraih kebebasan dalam mengolah bahkan menciptakan sebuah pendidikan. Makna pendidikan untuk mencapai manusia yang bebas berpikir, sederajat serta memiliki nilai humanistic di negeri ini jauh dari harapan Pendidikan memang memerlukan uang, namun uang bukanlah segalanya jika yang terjadi hanya membuat kekacauan sehingga kita mengorbankan kualitas peserta didik menjadi rendah. Peserta didik adalah ibarat kertas kosong yang siap kita tulis apapun, ibarat kaset yang siap merekam segala yang didengar. Kepolosan peserta didik rawan menjadi plagiator yang jauh dari nilai pendidikan jika melihat gurunya berbuat kurang mendidik.. Jika peserta didik saat ini hanya direcoki media dengan guru demo karena kesejahteraan jauh dari standar kebutuhan hidup. Guru demo karena persoalan ini dan itu yang tidak kunjung cair.
Sepatutnya apa yang diajarkan guru tetaplah berjalan dengan kaidah pendidikan yang ada. Namun yang terjadi di negeri adalah sebuah “chaos of education” yang mengorbankan peserta didik. Apa yang terjadi peserta didik kelak jika melihat fenomena ini terus menerus ?

Friday, June 8, 2007

Andai Aku Jadi Gubernur

Andai 'ku jadi radja, mau apa tinggal minta
Tunjuk sini tunjuk sana dengan sedikit kata
Andai 'ku jadi radja, punya uang, punya harta
Dan yang pasti aku juga akan punya kuasa

Bait lagu diatas milik grup band rock ternama Indonesia asal bandung yakni Rif. Lagu andalan yang berjudul Radja begitu menghentak musik Indonesia saat itu. Rif dianggap muka baru dalam persaingan musik belantika tanah air saat itu. Lagu yang penuh makna dan sarat harapan tersebut sangat cocok menggambarkan Kaltim saat ini.
Lagi-lagi penulis menemukan inspirasi dari lagu tersebut. Dimana derasnya pemberitaan mengenai pemilihan Gubernur 2008 nanti. Sepertinya banyak bakal calon Gubernur dan bakal calon wakil gubernur demam H2C (harap-harap cemas) agar memiliki suara terbanyak dari warga kaltim pada pemilihan nanti. Banyak Program dari masing-masing daerah sudah digembar-gemborkan ke publik lewat media massa. Dengan memasang iklan promosi besar-besaran dijadikan senjata untuk caper (mencari perhatian) ke publik. Jelas untuk merealisasikan promosi tersebut tidak membutuhkan biaya yang sedikit. Dan tidak menutup kemungkinan biaya tersebut disedot dari APBD setempat. Lagi-lagi rakyat hanya melongo disuguhkan janji-janji palsu.
Sayangya pada atmosfer seperti ini untuk mempengaruhi publik sudah menjadi milik orang-orang yang sudah menjabat sebagai kepala daerah di masing-masing wilayah Kaltim. Merasa sudah memiliki nama dan jabatan yang diembannya hingga dimanfaatkan untuk menjabat lebih tinggi lagi. Tak peduli dengan hujatan dan cemoohan para bacagub dan bacawagub ini seakan menghiraukan persoalan yang ada di Kaltim. Pembangunan kurang merata, rendahnya kualitas pendidikan, maraknya trafficking, kemiskinan, jalan raya rusak, banjir dikala hujan, lampu byar pet dan air mampet sudah menjadi agenda terlupakan. Agenda paling utama saat ini dilakukan oleh bakal calon gubernur adalah menjual diri agar dikenal dan dianggap bersahabat dengan warga kaltim. Fenomena semacam ini jika dilihat dari kacamata politik disebut konsolidasi dan sosialisasi politik.
Penulis membayangkan bagaimana jadinya jika warga sipil seperti penulis juga bisa melakukan konsolidasi dan sosialisasi politik dengan mendaftarkan diri menjadi bakal calon gubernur. Mungkin dibenak pembaca penulis dianggap orang yang berandai-andai dan berhalusinasi. Tentu ini merupakan hal yang wajar karena semua warga mempunyai hak yang sama jika menginginkan sebagai kepala daerah. Maka, andai penulis menjadi gubernur akan melakukan perbaikan-perbaikan disegala bidang. Pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, budaya, hukum serta pembenahan sarana dan prasarana menjadi agenda penulis mewujudkan hidup menjadi lebih baik dan maju. Walikota, Bupati, Camat, Lurah sampai tingkat RT / RW diajak bersama-sama untuk membangun Kaltim. Melayani masyarakat untuk memiliki surat-surat kependudukan, perijinan usaha serta urusan lainnya tanpa proses yang berbelit-belit dan tanpa suap. Kota-kota di Kaltim yang dipimpin walikota harus melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya. Begitu pula dengan Bupati-Bupati yang menjabat didaerah masing-masing memiliki tugas penting mensejahterakan warganya. Tugas penulis sebagai Gubernur hanya mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan kepala daerah dibawah gubernur tadi.
Andai-andai ini sungguh menyenangkan. Masih berandai saja penulis sudah merasakan bagaimana enak dan sejahteranya sebagai gubernur. Bagaikan politikus yang berkampanye dan mengumbar janji-janji kosong seakan-akan mampu menghipnotis warga Kaltim untuk memilih penulis. Ibarat lirik lagu diatas dimana seorang radja tinggal tunjuk sana tunjuk sini dengan sedikit kata. Karena memang yang namanya jabatan memposisikan diri sebagai pemilik kekuasaan dan wewenang. Bawahan hanya bisa patuh dan menurut apa saja yang dikatakan pimpinan. Namun sayang, ini hanyalah sebuah mimpi dan khayalan penulis saja.

Monday, June 4, 2007

Dagelan Suwarna dan Syaukani

Woro-woro (kabar-kabari) mengenai dagelan kasus korupsi yang diperankan tokoh Suwarna dengan vonis hukuman penjara hanya 1,5 tahun mengalami babak akhir cerita. Rasa penasaran warga Kaltim sebagai penonton dagelan yang mengikuti babak ke babak mulai dari penahanan, penyelidikan sampai vonis menandakan akhir dari cerita dagelan Suwarna dengan “perkebunan sawit”nya.
Durasi waktu dagelan ini hampir memakan waktu setahun dan menjadi bulan-bulanan kuli tinta untuk menyebarkan woro-woro. Pemeran utama dagelan yang saat itu masih aktif menjabat Gubernur kaltim tidak berkutik saat KPK sebagai buto ijo memeriksa kasusnya hingga merugikan Negara ratusan milliaran Rupiah. Istri, anak, serta cucunya yang ikut berperan sebagai peran pembantu tidak henti-hentinya memberikan dorongan moril agar Suwarna tetap tegar menghadapi ujian. Tokoh yang satu ini berlatar belakang seorang militer sehingga lebih taat mengikuti proses hukum. Tidak beralasan sakit ini dan itu. Dan menariknya dari cerita dagelan korupsi Suwarna ini adalah Suwarna melakukan perlawanan dengan mengaitkan oknum-oknum KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang sengaja memerasnya alias konco-konco buto ijo yang tidak amanah. Namun itu juga tidak membuat tokoh dagelan ini dapat vonis bebas. Vonis ini tentunya akan membawa dampak pro dan kontra dari penonton. Yang mana penonton pro menginginkan si Tokoh lebih lama mendekam di penjara. Penonton kontra jelas menginginkan vonis bebas atau apesnya menjalani hukuman hanya beberapa bulan saja. Bukan sekedar “buah bibir” ini adalah sebuah dagelan keberhasilan si Buto Ijo (KPK dan aparat hukum), namun penonton tetap menuntut ada cerita lain agar ini buto ijo tetap benar-benar bekerja.
Dagelan ini tidak habis disini. Karena tokoh ini dalam ceritanya masih menyandang non aktif jabatannya. Artinya tokoh ini mempunyai lakon lain yang bisa diperankan dalam panggung dagelan. Sekarang tinggal menunggu menteri dalam negeri sebagai assisten sutradara mengusulkan agar tokoh ini berperan dalam satu lakon saja kepada presiden sebagi sutradara utama. Apakah diberhentikan dari jabatannya ? masih bisa aktif kembali menjabat disaat masa penahanan sudah habis ? tentu ini juga masih menjadi teka teki bagi penonton. Kita berharap assisten sutradara yang menanganinya dapat berbuat kreatif dan adil. Sangatlah naïf jika penonton yang bayar (pajak) mahal masih dikecewakan oleh tokoh yang selalu menyimpang dalam berperan.
Bagaimana dengan tokoh dagelan dari Kutai Kertanegara Syaukani HR ? Yang juga menyimpang dari perannya sebagai tokoh utama yakni kasus korupsi pembebasan bandara di Loa Kulu. Dengan sapaan akrabnya Pak Kaning saat ini masih dalam proses pemeriksaan untuk diajukan ke meja pesakitan. Selama proses hukumnya mengalami banyak hambatan alias ceritanya masih berputar-putar atau mungkin ini sengaja dibuat agar penonton dibuat semakin penasaran. Dalam cerita dagelan yang satu ini tokoh berperan mencerminkan sosok manja tapi ahli melobi (birokrat). Selain itu Tokoh satu ini memang pandai bersandiwara sakit ini dan sakit itu hingga menyulitkan KPK atau buto ijo memeriksanya. Dalam certitanya tokoh ini diberitakan Pak Kaning sudah mengeluarkan uang ratusan juta selama perawatan di Rumah sakit di kampung modern. Peran yang dilakonkan oleh Syaukani dalam cerita ini bakal berlangsung agak lama. karena sutradaranya masih belum menyelesaikan naskah dagelan Syaukani dengan judul “Bandara Loa Kulu”. Maka penonton diuji kesabarannya menyimak dagelannya Pak Kaning. Kesimpulan dari tulisan ini Ending dagelan Suwarna dan How with dagelan Syaukani ? Selamat menyimak cerita bersambung di episode berikutnya.

Tuesday, May 29, 2007

Pendidikan Tak Perlu Ancaman

Pendidikan adalah kebutuhan manusia semenjak Adam dan Hawa di ciptakan sampai sekarang. Pendidikan akan memberikan dampak pada kemajuan peradaban manusia. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga terciptalah sebuah sistem (pola transfer ilmu dan emosional) yang mengikat antara guru dan murid.

Sikap tegas yang dilontarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan H Badaruddin mengenai pembenahan kualitas pendidikan dengan memberikan sanksi kepada kepala sekolah dan guru merupakan sebuah arogansi. Dimana sikap ini bertujuan untuk mengingatkan dan membina sekolah agar lebih memacu kinerja meningkatkan pendalaman materi pelajaran yang diujikan pada Unas sehingga memperbesar peluang kelulusan siswa tahun ini jika tidak mencapai 100 persen (Tribun Kaltim, 13/03/2007 ).

Kepala sekolah, Guru, dan murid merupakan satu kesatuan dalam sekolah. Sekolah adalah tempat proses sosialisasi pendidikan yang memegang peranan dalam perbaikan budi pekerti luhur. Sedangkan dalam proses sosialisasi pendidikan saat ini yang berkualitas hanya diukur kasat mata seperti nilai yang bagus, menguasai seluruh materi pelajaran, murid selalu rangking satu, selalu menurut apa kata guru dan sebagainya. Jika ini terjadi maka yang ada adalah sekolah membentuk murid yang pasif kreatif, penjilat, bahkan pecandu pendidikan.

Sekolah jaman dahulu dan jaman sekarang berbeda atmosfirnya. Ambil contoh, dijaman era pra kemerdekaan sangat terbatas fasilitas pendidikannya. Sekolah jaman dahulu mengalami banyak kekurangan. Adanya stratifikasi antara penjajah, warga non pribumi (ex : warga arab dan china) dan warga pribumi sendiri. Perbedaan pelayanan pendidikannya yang sengaja diatur sesuka hati oleh penjajah sangat mendiskriminasikan posisi warga pribumi. Maka tidak heran jika pada tahun 1928an muncul semangat meraih posisi setara dan mempersatukan bangsa. Karena pemuda saat itu sadar akan himpitan ketidakadilan memperoleh pendidikan. Untuk mengapai itu semua para pemuda saat itu mau bekerja keras dengan sekolah secara diam-diam ( underground of school ). Semangat inilah yang patah pada saat ini. Karena murid sekolah jaman sekarang sudah berada di era serba instant. Teknologi yang semakin canggih membawa murid era sekarang terkesan dimanjakan. Inginnya hidup bergaya modern dan berhura-hura. Tidak bisa mengatur waktu belajar dan waktu bermain. Disaat jam belajar dihabiskan untuk bermain Playstation, Game Online dan Internet. Jika tidak dibelikan sepeda motor marah-marah pada orang tua. Tidak dibelikan Hand Phone mengancam minggat dari rumah. Malu masuk sekolah karena teman-teman sekolahnya difasilitasi dengan barang-barang mewah nan canggih oleh orang tua temannya yang kaya. Resiko inilah yang dihadapi bangsa ini ketika tidak siap masuk era serba instant yakni degradasi mentalitas pelajarnya.

Kembali lagi pada persoalan sikap ancaman Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan kepada Kepala sekolah dan guru di Balikpapan. Perlu diperhatikan bahwa adanya perimbangan dengan sikap sanksi tersebut. Bisa dengan memberikan kesejahteraan pada guru-guru. Fasilitas lebih baik diberikan pada sekolah-sekolah inpres (kalau masih ada sekarang), sekolah-sekolah tertinggal yang ada di desa-desa. Serta perlu adanya pelatihan bagi guru-guru untuk meningkatkan kemampuan mengajarnya. Juga perlu adanya mengatasi problem kejiwaan anak didik generasi sekarang yang sedang dilanda ‘mabuk asmara’ dengan kemajuan teknologi. Bermacam kemajuan teknologi saat ini seakan-akan mengalihkan perhatian anak didik generasi sekarang dari pendidikan.

Ini adalah tugas bersama dalam menyelesaikan permasalahan membendung gaya hidup serba instant anak-anak sekolah. Pemerintah, kepala sekolah, guru diharapkan tidak saling membebankan, mengkambinghitamkan. Namun yang harus dilakukan adalah membenahi kualitas pendidikan dengan pola “fun education” (belajar bergembira). Karena naluri anak didik saat ini sudah banyak tekanan dengan adanya hidup serba instant tadi. Yang tertulis disini adalah sedikit dari permasalahan anak didik era sekarang. Belum terungkap pula adanya pola perilaku menyimpang anak-anak didik jaman sekarang. Siapa lagi pak yang perlu anda ancam….!!!

Monday, May 28, 2007

Dilema Tugas dan Perselingkuhan

Mengejutkan…!! Saat saya baca Tribun Kaltim Jum’at 9 Maret 2007 yang mengangkat berita mengenai meningkatnya perselingkuhan. Lebih parah lagi pelaku dari perselingkuhan itu adalah Pegawai Negeri Sipil yang berstatus sebagai pengajar atau guru. Padahal kita semua tahu bahwa pekerjaan guru mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik dan mengajar. Guru yang professional merupakan tauladan dari para siswanya. Guru juga dianggap sosok manusia sempurna dengan wawasan yang luas. Bahkan dalam peribahasa diungkapkan Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari yang mana artinya murid akan menerima mentah-mentah apa yang diajarkan oleh gurunya. Namun cermin dari itu semua semakin pudar. Guru dalam tekanan psikologis pribadi dalam mengajar merupakan beban yang bisa membuat guru itu stress, depresi dan sebagainya. Sehingga sebagian Guru juga sudah berani melanggar nilai-nilai dan etika pendidikan.

Contohnya Praktek perselingkuhan ini merupakan problematika psikologis bagi pasangan suami istri khususnya guru atau PNS. Dengan dalih pekerjaan yang menuntut untuk tugas sehingga berpisah jauh dari pasangan merupakan alasan yang paling kuat. Kurangnya perhatian serta pengawasan dari pasangan suami-istri memberikan ‘peluang’ yang semestinya tidak dilakukan. Komunikasi yang terputus dari pasangan suami istri juga salah satu penyebabnya. Tapi yang menjadi perhatian dari penulis ialah, di Tribun Kaltim, disebutkan Kepala Bagian Kepegawaian Pemkot Samarinda hanya memberikan sanksi-sanksi yang akan diterima bagi pelaku perselingkuhan. Dimana sanksinya ialah sesuai aturan PNS yakni diturunkan pangkat atau dimutasikan atau bahkan ada langsung diberhentikan hanya untuk menjaga image PNS. Sanksi diatas bukanlah solusi tapi yang dibutuhkan ialah bagaimana menempatkan guru atau PNS yang bertugas jauh disesuaikan status yang disandang oleh Pegawai tersebut. Mengutamakan pegawai yang bersatus lajang untuk ditempatkan di daerah-daerah adalah keputusan yang tepat. Padahal perselingkuhan tadi disebabkan karena tugas yang dibebankan si guru oleh instansi pemerintah sendiri. Pemerintah seakan menutup mata dalam persoalan ini dan selalu menyalahkan guru dan PNS. Ini jelas ada indikasi ketidakadilan yang diterima oleh guru-guru atau PNS. Seharusnya Pemerintah bersikap proaktif akan kebutuhan guru dan PNS secara jasmani maupun rohani jika memberikan tugas demikian. Guru atau PNS yang sudah berkeluarga harus bertugas dalam satu wilayah. Karena kebutuhan ini jelas tidak bisa dipisahkan guru dan PNS hakikatnya sebagai seorang manusia. Bukan masalah moral yang rusak namun keadaan (tuntutan tugas dari instansi pemerintah) yang demikian memaksa guru dan PNS untuk berbuat selingkuh. Maka yang terjadi ialah Pemerintah sengaja memanfaatkan keadaan ini sehingga meningkatnya perselingkuhan.